Sabtu, 26 Maret 2011

Gangguan Tidur pada Pasien Post Stroke


GANGGUAN TIDUR PADA PASIEN POST STROKE
Rinaldi Putra, S.Ked


                Mendapat kualitas dan kuantitas tidur yang baik merupakan salah satu bagian penting dalam proses penyembuhan (recovery) post stroke. Namun,  gangguan tidur itu sendiri merupakan masalah yang sering muncul pada pasien post stroke. Mengalami gangguan tidur dapat menimbulkan rasa frustasi.  Gangguan tidur dapat membuat pasien lelah dah terganggu. Gangguan tidur juga meningkatkan risiko pasien post stroke untuk menderita stroke lainnya (National Stroke Association, 2009)
                Sekitar 2/3 dari pasien post stroke memiliki sleep disordered breathing (SDB). Tipe gangguan tidur ini disebabkan oleh pola nafas yang abnormal. Dengan SDB, tidur pasien terinterupsi beberapa kali sepanjang malam. SDB juga menimbulkan risiko yang berbahaya terhadap kesehatan karena dapat meningkatkan tekanan darah, stress jantung dan pembekuan darah (Nationla Stroke Association, 2009)
                Ada beberapa tipe SDB, yang paling sering terjadi adalah obstructive sleep apnea (OSA). Pada OSA, pasien dapat berhenti bernafas selama 10 detik atau lebih, dan dapat terjadi beberapa kali selama tidur malam.
                Ada beberapa gejala yang menunjukkan seorang pasien memiliki SDB. Beberapa gejala dapat dilihat saat malam hari dan lainnya dapat diamati pada siang hari. Gejala-gejala yang timbul pada malam hari antara lain mengorok, sering terbangun saat malam hari, banyak berkeringat, nafas pendek-pendek dan insomnia. Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan berulang dalam memulai tidur, kesulitan untuk tetap tidur saat malam hari, durasi tidur yang tidak adekuat atau kualitas tidur yang buruk, yang menimbulkan gangguan saat beraktivitas siang hari.
                Adapun gejala-gejala yang dapat timbul pada siang hari akibat SDB antara lain: rasa mengantuk yang berlebihan, gangguan konsentrasi atau atensi, sakit kepala, lesu dan depresi (National Stroke Association, 2009)
                Treatment untuk SDB bervariasi tergantung pada ringan beratnya kasus yang terjadi. Beberapa treatment yang dapat diberikan antara lain:
-          Pada kasus-kasus yang ringan dianjurkan bagi pasien untuk mengontrol/mengurangi berat badan, menghindari minum minuman yang mengandung alkohol, kafein dan menghindari penggunaan obat-obat tidur
-          Pada beberapa kasus SDB yang disebabkan oleh posisi tidur yang salah dapat diperbaiki dengan menghindari posisi tidur terlentang dan mengatur posisi tidur berbaring miring
-          Dalam konteks rawat inap continuous positve airway pressure merupakan terapi yang paling baik untuk menunjang pernapasan pada pasien dengan SDB

                Gangguan tidur lainnya yang terjadi pada pasien post stroke adalah sleep wake cycle disorders. Yang termasuk ke dalam sleep wake cycle disorders adalah insomnia, hipersomnia, parasomnia dan gangguan irama circadian.
                Sekitar 18% pasien post stroke mengalami insomnia. Ada beberapa area tertentu pada otak yang apabila terkena stroke mempredisposisi terjadinya insomnia post stroke, area-area otak tersebut antara lain area subkortikal, thalamus, thalamo-mesencephalic dan tegmentopontine. Treatment insomnia pada pasien post stroke dapat dibagi ke dalam treatment medikamentosa dan non medikamentosa. Treatment non medikamentosa meliputi penerapan sleep hygiene seperti tidur dalam ruang yang gelap, ruang yang nyaman dan bebas dari suara bising. Pemberian antidepresan yang memiliki efek sedatif dapat membantu pasien post stroke, terutama yang dibarengi oleh komorbid depresi.
                Hipersomnia atau excessive daytime sleepiness dikarakterisasi oleh ketidakmampuan untuk tetap terjaga pada periode bangun/”awake” saat siang hari. Hipersomnia terjadi pada 20%-40% pasien stroke. Lesi stroke yang melibatkan ascending reticular activating system (ARAS) cenderung untuk menimbulkan hipersomnia, misalnya lesi-lesi yang melibatkan thalamus, subthalamic area, tegmental, midbrain dan pons bagian atas. Pengobatan untuk hipersomnia post stroke biasanya sulit dan kurang efektif. Namun, pemberian antidepresan dapat memberikan efek baik pada pasien dengan komorbid depresi.
                Pada pasien post stroke yang mengalami gangguan tidur perlu juga dipertimbangkan adanya gangguan neuro psikiatri. Karena terdapat beberapa gangguan neuropsikiatri post stroke seperti depresi dan anxietas post stroke yang dapat menimbulkan gangguan tidur seperti insomnia dan hipersomnia (Chemerinski et Robinson, 2000)



Referensi:
  • www.emedicine.com
  • www.mayoclinic.com
  • www.mccare.com
  • www.who.int
  • www.pgm.com
  • www.stroke.org
  • World Health Organization. The WHO STEPwise approach to stroke surveillance. 2005Chemerinski E., Robinson R. G. The Neuropsychiatry of Stroke. Psychosomatics 2000; 41:5-14.
  • National Stroke Association. Recovery After Stroke : Sleep Disorders. 2009.
  • Saxena S. K. 2006. Prevalence and Correlates of Cognitive Impairment in Stroke Patients in a Rehabilitation Settings. International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 10(2) 37-47.
  • Blake et al. 2002. An evaluation of screening measures for cognitive impairment after stroke. Age and Ageing: 31:451-456.
  • Knopman et al. 2009. Association of Prior Stroke with Cognitive Function and Cognitive Impairment: A Population Based Study. Arch Neurol/vol 66 no 5.

3 komentar:

  1. Saya pasien pasca stroke, stroke pertama mestinya hanya 3 bl dengan obat dr dokter ttp belum habis obatnya kena lagi, karena salah minum obat asam urat (minum dua hari berturut turut). Permasalahan sekarang kalau siang rasanya mengantuk terus, tetapi kadang tidak bisa tidur/kadang bisa tidur.Apa Sebabnya?

    BalasHapus
  2. Saya punya orang tua yang menderita stroke,di siang hari suka mengantuk(tidur) tapi di malam hari sudah untuk tidur,gelisah,tidak nyaman dengan posisi tidur,jantung berdebar-debar,susah bernapas,perpasalahan na terapi apa yang harus di dapatkan oleh orang tua saya tolong di bantu,,,?!

    BalasHapus