Rabu, 17 Agustus 2011

SINDROMA KORONER AKUT


SINDROMA KORONER AKUT
(DIAGNOSIS DAN TERAPI AWAL)
Fransiska Erwin, S.Ked


Download selengkapnya DI SINI
 
Terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yaitu aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.
Sindroma koroner akut mencakup:
1.        Angina pektoris tak stabil (APTS)
2.        Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
3.        ST elevation myocard infark (STEMI)

 
ETIOLOGI
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
  1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak aterosklerosis.
  2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
  3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
  4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan ruptur plak
  5. Keadaan/factor pencetus:
a.      ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b.      ↓ aliran darah koroner
c.       ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

DIAGNOSIS
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).

Jumat, 22 Juli 2011

DIAGNOSIS DAN TERAPI GAGAL JANTUNG AKUT

 DIAGNOSIS DAN TERAPI GAGAL JANTUNG AKUT
 Rinaldi Putra, S.Ked

 download tulisan lengkapnya DI SINI


DEFINISI GAGAL JANTUNG
     Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis di mana pasien memiliki manifestasi:
-   Gejala-gejala tipikal gagal jantung. Sesak nafas saat istirahat ataupun beraktivitas, mudah lelah dan bengkak pada tungkai bawah
-   Tanda-tanda tipikal gagal jantung. Takikardi, takipneu, ronki basah basal (pulmonary rales), efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer dan hepatomegali. Dan,
-   Bukti objektif abnormalitas struktural dan funsional jantung saat istirahat. Kardiomegali, suara jantung ketiga, murmur jantung, abnormalitas pada ekokardiogram dan peningkatan konsentrasi natriuretic peptide.

KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
     Terdapat 2 sistem klasifikasi beratnya gagal jantung yang biasa digunakan. Kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) dan ACC/AHA.
ETIOLOGI GAGAL JANTUNG
     Penyebab tersering dari perburukan fungsi jantung adalah kerusakan atau hilangnya otot jantung, iskemia akut ataupun kronik, meningkatnya tahanan vaskular dengan hipertensi atau munculnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi. Penyakit jantung koroner adalah penyebab tersering dari penyakit miokard, dan menjadi penyebab awal bagi 70% kasus gagal jantung. Penyakit katup menduduki peringkat kedua (10%), diikuti kardiomiopati (10%).
 
DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG
     Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif, yaitu:

Selasa, 19 April 2011

Pemeriksaan Psikiatri

PEMERIKSAAN PSIKIATRI
Fransiska Erwin I.A., S.Ked.


1.         Keadaan Umum
·      Isi: jenis kelamin, usia, rawat diri
·      Penting untuk menentukan/memperkirakan prognosis pasien
·      Contoh: tampak seorang laki-laki sesuai usia, dengan rawat diri cukup.

2.         Kesadaran
a.  Compos mentis (kesadaran penuh): kemampuan untuk menyadari informasi dan menggunakannya secara efektif dalam mempengaruhi hubungan dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
b.   Somnolen: terkantuk-kantuk
c.    Stupor: acuh tak acuh terhadap sekelilingnya dan tak ada reaksi terhadap stimuli.
d.   Koma: ketidaksadaran berat, pasien sama sekali tidak memberikan respon terhadap stimuli.
e.    Koma vigil: keadaan koma tetapi mata tetap terbuka.
f.     Kesadaran berkabut: kesadaran menurun yang disertai dengan gangguan persepsi dan sikap
g.   Delirium: kesadaran menurun disertai bingung, gelisah, takut, dan halusinasi. Penderita menjadi tidak dapat diam.
h.   Twilight state (dreamy state): kesadaran menurun disertai dengan halusinasi, biasanya terjadi pada epilepsi.

3.         Orientasi
·      Isi: orientasi orang, waktu, tempat, dan situasi
·      Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk menilai orientasi pasien, misalnya:
ü  Mbak, kemarin datang ke sini hari apa/sudah berapa hari?(O-w) Datang sama siapa?(O-o) Kenapa dibawa ke sini?(insight) Waktu dibawa ke sini, mbak baru apa, dimana?(o-t,s)
ü  Mbak tadi malam bisa tidur? Bangun jam berapa?(O-w) Yang nunggu mbak tadi malam siapa?(O-o) Tadi mbak sudah jalan-jalan ke mana saja?(O-t)
·      Contoh: Orientasi o/w/t/s = b/j/b/b (b: baik, j: jelek)

4.         Sikap, Tingkah Laku
·      Isi: aktivitas (hiperaktif, normoaktif, hipoaktif), kerjasama (kooperatif, nonkooperatif), psikomotor (jika ada)
·      Bentuk kelainan psikomotor yang dapat diamati:
a.    Echopraxia: menirukan gerakan orang lain
b.    Katatonia
ü   Katalepsi: pasien tidak bergerak dan cenderung mempertahankan posisi tertentu.
ü Fleksibilitas serea: gerakan yang diberikan oleh pemeriksa secara perlahan, dan kemudian dipertahankan oleh pasien.
ü   Negativisme: gerakan menentang/tidak mematuhi perintah.
c.     Katapleksi: tonus otot menghilang sementara dikarenakan emosi
d.    Stereotipi: aktivitas fisik atau bicara yang diulang-ulang
e.    Manerisme: gerakan involunter yang stereotipik
f.     Otomatis perintah: mengikuti perintah secara otomatis
g.    Mutisme: tak bersuara
h.    Agresi: perbuatan menyerang, baik verbal maupun fisik, disertai afek marah/benci.

5.         Afek
·      Afek: emosi yang diekspresikan oleh pasien, sehingga penilaiannya obyektif (dapat diamati oleh pemeriksa)
·      Afek dapat dinyatakan dalam beberapa cara:
a.    Jenis emosi : kemarahan, kesedihan, euphoria (peningkatan ekspresi kegembiraan), elasi (euphoria dengan peningkatan aktivitas psikomotor), eksaltasi (elasi yang disertai waham kebesaran), ekstase (agresi).

Jumat, 15 April 2011

KATARAK

Kata katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan bahasa Latin Cataracta yang berarti air terjun. Air terjun berwarna putih, dan pada katarak penglihatan kabur seperti tertutupi air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keasaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau karena kedua-duanya. Penyebab katarak diantaranya genetik, kongenital, metabolik, traumatik, toksik dan senilis. Senilis adalah yang paling sering dijumpai dan berkaitan dengan proses degenerasi(penuaan). Katarak timbul karena sel lensa mata sangat rentan terhadap gangguan baik mekanik maupun hilangnya susunan kimia lensa, sedang sel lensa tidak mengalami pergantian dan dipertahankan selama hidup.

Epidemiologi
Di Indonesia katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak, begitu juga di dunia. Saar ini setengah dari 45 juta kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Di Indonesia pada tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan 1,2% dengan kebutaan karena katarak sebesar 0,67%. Pada tahun 1996 angka kebutaan meningkat 1,47%. Tahun 2005 dilaporkan bahwa daerah pedesaan di Indonesia memiliki prevalensi katarak tertinggi di daerah Asia tenggara.

Selasa, 12 April 2011

Pemeriksaan Hertel Exophthalmosmeter

by : Aloysius Kristyawan
Pemeriksaan digunakan untuk menilai kemajuan bola mata pada wajah. Misalnya pada kasus exoftalmos atau proptosis. Alat yang digunakan seperti mistar dengan 2 bagian segitiga di kedua ujungnya.
Cara penggunaannya sederhana. Pertama kita harus menentukan ukuran baseline yang terlihat pada angka di penggaris dengan menempelkan ujung segitiga pada tepi kelopak mata(kantus?) kanan dan kiri. Catat angka yang ditunjukkan, dan angka ini akan digunakan pada pengukuran berikut-berikutnya.
Selanjutnya letakkan alat tes hertel di depan mata dan lihat secara sejajar. lihat(jika perlu dengan senter) di bagian dalam segitiga terdapat cermin yang memantulkan bayangan kornea dan terdapat angka untuk mengukurnya.

Lihat angka yang paling ujung pada pantulan kornea. Catat baseline dan hasil kedua mata. Perbedaan lebih dari 2mm antara kedua mata menandakan adanya masalah pada letak bola mata.

Kamis, 07 April 2011

TERAPI GLAUKOMA

by: Aloysius Kristyawan
Tujuan terapi glaukoma untuk pasien dan dokter sebenarnya sama, namun kadang mereka mendekatinya dengan perspektif yang berbeda. Kebanyakan pasien dengan glaukoma datang ke oftalmologis(spesialis mata) pada kunjungan reguler karena mereka mengerti bahwa mereka memiliki penyakit dengan potensi kebutaan yang membutuhkan pemenuhan pemeriksaan dan terapi. Tujuan utama pasien adalah menjaga penglihatan(lapang pandang)nya. Tujuan jangka pendek oftalmologis adalah untuk mempertahankan struktur fungsi yang berdasarkan anatomi untuk melihat. Pada saat merawat pasien, oftalmologis perlu mengambil pemahaman baru mengenai faktor resiko seperti konsep baru, misalnya bahwa penuaan adalah faktor resiko utama untuk glaukoma.

Untuk menstabilkan atau meminimalkan kerusakan pada struktur dan fungsi terdapat 3 pendekatan terapi:
1.         Menurunkan tekanan intraokular(TIO) hingga atau di awah batas aman yang mempertahankan atau menurunkan proses penyakit sehingga pasien mendapat pemeliharaan yang konsisten terhadap tajam penglihatan dan lapang pandang dengan kegiatan harian mereka. Nervus optik yang berbeda menuntut penurunan TIO yang berbeda untuk menahan progresifitas. TIO yang sama tidak sesuai untuk semua nervus optik. Target TIO membuat dokter harus melacak pasien dari setiap kunjungan, tetapi harus disadari bahwa hanya ada sedikit data untuk menentukan target TIO.
2.         Mempertahankan dan secara teoritis meningkatkan perfusi(aliran darah) ke nervus optikus dan retina. Faktor vaskular memainkan peran penting dalam mempertahankan kesehatan nervus optikus.
3.         Melindungi kepala nervus optikus dan sel ganglion retina dari mediator kimia dan agen perusak lain yang mungkin meningkatkan TIO, menurunkan vaskularisasi, dll. Perlindungan saraf adalah tujuan akhir dari semua terapi glaukoma.

Pilihan terapi glaukoma yang ada:
1.      Terapi dengan obat-obatan
2.      Laser
3.      Bedah

Terapi dengan obat

Rabu, 06 April 2011

GLAUKOMA

By: Aloysius Kristyawan
Galukoma adalah suatu penyakit mata dimana terjadi neuropati optik(kerusakan saraf penglihatan) yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang dan dapat ditemui tanda patologis pada papil diskus optikus. Fase akhir dari penyakit ini adalah kebutaan. Penyakit ini kebanyakan berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler(TIO) sehingga banyak yang menyalahartikannya sebagai peningkatan TIO itu sendiri. Sebenarnya terdapat 3 faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian glaukoma:
·         Tekanan intraokular
·         Disregulasi vaskular
·         Tekanan darah sistemik

Diseluruh dunia terdapat 70 juta penderita glaukoma dan 7 juta diantaranya mengalami kebutaan. Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbanyak di negara-negara berkembang, di Indonesia setelah katarak. Deteksi awal glaukoma merupakan prioritas dalam sistem kesehatan.

Proses terjadinya glaukoma masih belum diketahui dengan jelas. Kerusakan yang terjadi pada saraf mata bisa terjadi secara mekanik dan/atau vaskular. Pada beberapa kasus peningkatan TIO merusak nervus optikus secara mekanik mendesak nervus optikus sehingga cekung dan tampak lamina cribosa. Pada kasus lain penurunan aliran darah menuju mata menjadi penyebab kerusakan nervus optikus. Hal ini terjadi pada penurunan tiba-tiba tekanan darah misalnya pada kehilangan darah atau syok. Anemia juga menyebabkan iskemia pada nervus optikus. Vasospasme lokal menurunkan perfusi dan menyebabkan iskemia pada pasien glaukoma dengan TIO rendah.

Sejak dulu glaukoma dibedakan berdasarkan pemeriksaan gonioskopi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Lebih jauh lagi terdapat klasifikasi primer dan sekunder. Disebut primer jika tidak diketahui penyebab peningkatan TIO. Glaukoma sekunder terjadi jika patogenesis glaukoma disebabkan hal lain, misalnya pseudoeksfoliatif, uveitis, glaukoma pigmen.


Lang, Ophthalmology, 2nd edition. 2006.

Pemeriksaan pada glaukoma
Iluminasi obliq pada kamera okuli anterior(KOA).
Kamera okuli anterior disinari dari arah samping ke iris. Pada mata dengan kedalaman kamera okuli anterior yang normal, maka seluruh bagian iris akan terkena cahaya. Hal ini menandakan KOA dengan sudut terbuka. Pada mata dengan KOA dangkal dan sudut yang menyempit atau tertutup, maka akan ada bagian dari iris yang tidak terkena cahaya.

Pemeriksaan dengan slit lamp.
Kedalaman KOA baik daerah sentral maupun perifer harus dievaluasi berdasarkan ketebalan kornea. KOA dengan kedalaman daerah sentral kurang dari 3x ketebalan kornea dan kedalaman perifer kurang dari ketebalan kornea menunjukkan sudut yang sempit. Gonioskopi merupakan pemeriksaan untuk evaluasi lebih lanjut jika ditemukan tanda sudut yang sempit. Gonioskopi merupakan alat untuk evaluasi KOA yang ditempelkan langsung ke kornea dan bisa melihat sudut iris-lensa.

Pemeriksaan TIO
Batas TIO yang normal dengan abnormal tidak begitu jelas. Rata-rata TIO normal adalah 16 mmHg dengan standar deviasi 3 mmHg. Peningkatan TIO merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma. 5 % dari orang dengan TIO >21mmHg menderita glaukoma.
Palpasi merupakan pemeriksaan awal. Perbandingan palpasi kedua bola mata dapat mendeteksi peningkatan TIO. Jika pemeriksa dapat melekukkan bola mata pada palpasi yang berfluktuasi, TIO<20mmHg. Jika bola mata tidak kenyal dan sekeras batu, itu merupakan tanda TIO sekitar 60-70mmHg
Tonometri Schiotz. Alat ini mengukkur derajat kedalaman kornea dapat ditekuk pada pasien yang berbaring. Semakin rendah TIO maka semakin dalam pin tonometri menekuk kornea. Pemeriksaan tonometri ini kadang hasilnya tidak sesuai. Misalnya, kekakuan sklera berkurang pada mata miopoa, dimana menyebabkan pin tonometri menekuk lebih dalam. Maka dari itu pemeriksaan ini sering digantikan dengan tonometri aplanasi.

Tonometri aplanasi.
Pemeriksaan ini merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengukur TIO. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan pasien duduk(metode Goldmann) atau pasien berbaring(metode Draeger). Pemeriksaan ini menggunakan slit lamp dan tonometer. Setelah pemberian anestesi tetes yang mengandung fluoresensi, ujung tonometer ditempatkan pada kornea. Kornea didatarkan(aplanasi) seluas 7,35 mm. Tekanan eksternal yang dibutuhkan sesuai dengan TIO. Dilihat melalui slit lamp. Tekanan dibaca ketika kedua menisci dalam pada fluoresen bersentuhan.

Oftalmoskopi diskus optikus.
Diskus optikus secara fisiologis memiliki lekukan yang disebut sebagai “optic cup” atau cup disk. Pada peningkatan TIO yang persisten, cup disk ini melebar dan dapat dilihat melalui oftalmoskopi. Pemeriksaan stereoskopi cup disk melalui slit lamp biomikroskop ditambah lensa kontak menyediakan gambaran 3 dimensi. Pemeriksaan dilakukan dengan pupil dilatasi.
Cup disk yang normal bervariasi lebarnya. Normal cup disk selalu bulat, berbeda dngan cup disk pada glaukoma yang tampak memanjang secara vertikal.


Pengobatan pada glaukoma
Obat-obatan yang digunakan pada kasus glaukoma adalah:
·         Miotik
            Menyebabkan kontraksi pada otot longitudinal pada korpus siliaris, yang menempel pada sklera di anterior dan koroid di posterior. Ketika kontraksi ia menarik sklera ke belankang, membuka ruang antara trabecular meshwork dan secara mekanik meningkatkan kapasitas pembuangan aqueous.
·         Agonis adrenergik
            Epinefrin dan dipiverin menurunkan produksi aqueous dengan cepat, tetapi aksi utamanya adalah dengan meningkatkan pembuangan melalui trabecular meshwork.
·         Beta blocker dan inhibitor anhidrase
            Menurunkan produksi aqueous.
·         Analog prostaglandin
            Meningkatkan pembuangan melalui saluran uveosklera. Aqueous diserap ke dalam wajah melalui corpus siliaris atau ke dalam trabecular meshwork dan kemudian mengalir ke posterior mengelilingi serabut otot longitudinal pada corpus siliaris posterior. Aqueous diserap melalui koroid atau melewati sklera.
·         Agen hiperosmotik
            Meningkatkan osmolaritas darah, sehingga menarik cairan dari kamera okuli posterior ke dalam vasa darah di corpus siliaris.

 Video:


Referensi
Lang, Gerhard K. 2006. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme Stuttgart.
Vander, James F., dan Janice A. Gault. 2007. Ophthalmology Secrets 3rd Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier Inc.
Youtube Courtesy

Sabtu, 02 April 2011

Contoh Soal dan Jawab Koas Anak


PERINATOLOGI
Tanda bahaya pada neonatus:
·      Tidak bisa menyusu
·      *Kejang à phenobarbital 20 mg/kgBB IV dalam 5 menit à 10mg/kgBB à phenitoin
·      *Somnolence/tidak sadar ......*GDS<45mg/dL à D10 2 ml/kg IV dalam 5 menit
·      Frekuensi nafas<20x/menit atau apneu>15 detik à VTP balon & sungkup, O2 100%
·      Takipneu, merintih, retraksi, sianosis sentral à O2 nasal kanul 2 L/mnt
·      Curiga infeksi à ampicillin + gentamisin

1.      Bayi baru lahir 5 hari tidak bisa minum, kuning, nafas cepat, gerakan tidak aktif, HR 170x, RR 66x, t 36,2 C.
a.       DD: ikterus fisiologis, ikterus e.c. sepsis/penyakit hemolitik/penyakit hati/hipotiroidism
·   Direk: Sepsis/TORCH infection/atresia biliaris/kolelitiasis/kelainan hemolitik/dll
·   Indirek: Incompatibility/def. G6PD/DIC/enclosed hemorrhage/asfiksia nenonatal/ breast feeding/dll
b.      Untuk menjaga agar bayi tetap hangat: kontak kulit(KMC), taruh di inkubator/ penghangat.
c.       Mencegah hipoglikemia: NGT, infus dextrose.
d.      Ikterus abnormal: mulai hari I/disertai demam/kramer 5
e.       Indikasi rujuk:
                                                              i.      Timbul hari I atau menetap setelah 7 hari
                                                            ii.      Bayi dengan resiko kern ikterus atau hiperbilirubinemia ensefalopati
                                                          iii.      Anak lemah, letargis, ada kecenderungan perdarahan
f.        Px Lab: bilirubin total-direk-indirek, Uji Coombs, hematokrit, MDT, kultur darah.
g.       Penanganan:
                                   i.      Cari kausa hiperbilirubin
                                 ii.      Balance cairan & kalori, pemberian ASI
                               iii.      Fototerapi jika:                          àphenobarbitol/luminal, gagal à tranfusi tukar.
·         Ikterus hari I
·         Ikterus berat(kramer 5)
·         Ikterus pada bayi kurang bulan
·         Ikterus karena hemolisis

2.      Sepsis
a.       Faktor resiko
              i.      Antenatal: infeksi ibu hamil, perdarahan, KPD>18jam, dll
            ii.      Natal: setting persalinan kurang baik, air ketuban keruh, dll
          iii.      Post Natal: resusitasi tdk steril, BBLR, ruang rawat tidak baik, perawatan tidak aseptik, dll
b.      Diagnosis
              i.      Pemeriksaan Fisik(lebih dari 1 gejala pada min 4 kelompok tanda berikut)
·         Umum: tampak sakit, tidak mau minum, suhu tidak stabil, sklerema dan sklerederma
·         GIT : muntah, diare, hepatomegali, kembung
·         Respirasi : dispnea, takipnea, distress respirasi
·         Kardiovaskular: takikardia, edema, dehidrasi
·         Neuro : letargi, iritabel, kejang, UUB bonjol, kaku kuduk
·         Hematologi: ikterus, splenomegali, ptekie/peradarahan, leukopenia
            ii.      Px Laboratorium
·         KED meningkat
·         Trombositopenia
·         CRP > 2mg/dL
·         Kultur +
·         Granulasi toksik/vakuolisasi PMN
·         Leukopenia, rasio netrofil Imatur/Total >0,2
·         Radiologi: penampakan pneumonia
c.       Terapi
              i.      Perawatan aseptik
            ii.      Termoregulasi (36,5-37), O2 cukup, perawatan tali pusat
          iii.      Elektrolit IV, nutrisi sesuai kebutuhan
           iv.      Antibiotik : Ampisilin + gentamisin IV selama 7 hari, 3 hari ga membaik ganti cefotaksim

3.      Tetanus
a.       Imunisasi à DPT 3 x usia 2,3,4 bulan, ulangan 18 bulan
b.      Anamnesis & Px fisik
                    i.      Persalinan & perawatan tali pusat kurang higienis, sering mengalami kaku bila tersentuh, malas minum
                  ii.      Spasme otot berulang, mulut mecucu, trismus(mulut sulit dibuka), perut papan, opistotonus, anggota gerak spastik.
c.       DD: meningitis bakterial/encephalitis/epilepsi
d.      Terapi:
                    i.      Antibiotik: Metronidazole 30 mg/kg/hari tiap 6 jam selama 7-10 hari
                  ii.      ATS 5000 U IM atau HTIg 500 U IM
                iii.      Diazepam 0,1-0,3 mg/kg/4 jam
                 iv.      O2 jika perlu ventilator

PULMONOLOGI
1.      TB Pulmo
a.       Pernyataan yang tepat mengenai pengobatan TB:
                    i.      Diberikan 2 atau lebih obat anti tuberkulosis(OAT)
                  ii.      Obat diminum teratur
                iii.      Obat diberikan dalam waktu yang lama
b.      Penyebaran TB milier secara: hematogen.
c.       Definisi masa inkubasi TB: masa dari masuknya kuman TB hingga terbentuk fokus primer.
d.      Skoring TB
                    i.      Kontak dengan pasien TB (0, 2, 3)
                  ii.      Uji tuberkulin (0, 3)
                iii.      Berat Badan/Status gizi (0, 1, 2)
                 iv.      Demam tanpa sebab jelas (0, 1)
                   v.      Batuk >3minggu (0, 1)
                 vi.      Pembesaran kelenjar limfe (0, 1)
               vii.      Pembengkakan sendi/tulang (0,1)
             viii.      Foto Dada (0,1)
e.       Terapi :
              i.      3 macam obat pada fase awal(2bulan) dan dilanjutkan 2 macam obat fase lanjutan(4bulan).
            ii.      TB berat: 4 obat fase intensif dan 2 obat fase lanjutan.
·         INH: 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari
·         Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, maks 600 mg/hari
·         Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, max 2000 mg/hari
·         Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, max 1250 mg/hari
·         Streptomisin: 15-40 mg/kgBB/hari, max 1000 mg/hari
f.        Profilaksis anak : Isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan.